Selasa, 17 Januari 2012

Menabur dan Menuai Kata

Suatu hari datanglah seorang pria setengah baya ke hadapan seorang Bijak, “Guru, saya punya banyak kesalahan. Saya telah memfitnah, membohongi, dan menggosipkan teman saya dengan hal-hal negatif. Kini saya menyesal.”
Menurut pengakuannya, pria tersebut sudah mendatangi teman yang sering difitnahnya untuk meminta maaf. Meski demikian hatinya terus dihantui rasa bersalah sehingga mendorongnya untuk meminta maaf kepada Tuhan. “Bagaimana caranya agar bisa diampuni Tuhan atas kesalahan saya?”
Setelah mendengarkan uraian pria tersebut, sang Bijak berkata, “Lihatlah bantal yang tergeletak di tempat tidurku. Nah, ambil bantal itu dan bawalah ke alun-alun di tengah kota. Di sana, bukalah bantal itu sampai bulu-bulu ayam dan kapas di dalamnya keluar tertiup angin. Itulah bentuk hukuman atas kata-kata jahat yang telah keluar dari mulutmu.”
Meski kebingungan mendengar perkataan sang Bijak, toh akhirnya pria tersebut menjalani “hukuman” yang diperintahkan kepadanya. Di alun-alun ia membuka bantal dan dalam sekejap bulu ayam dan kapas beterbangan keluar dari dalam bantal tertiup angin.
Setelah selesai, ia kembali menghadap sang Bijak, “Saya telah melakukan apa yang Guru perintahkan. Apakah kini saya sudah diampuni?”
Jawab sang Bijak, “Jangan senang dulu, kamu belum dapat pengampunan. Pasalnya, kau baru menjalankan separuh tugasmu. Kini, kembalilah ke alun-alun dan pungutlah kembali bulu-bulu ayam yang tadi beterbangan tertiup angin.” Ingat, kata-kata yang pernah keluar dari mulutmu akan menggema selamanya. (Bits&Pieces) Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar