Selasa, 31 Januari 2012

Komunikasi Juga Milik Balita

Menjadi seorang ibu untuk pertama kalinya bagi saya pribadi adalah suatu hal yang baru. Namun, menjadi ibu baru juga mengajarkan begitu banyak pelajaran hidup yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan. Bagaimana mendidik dan membimbing seorang anak dari bayi hingga balita agar menjadi patuh dan mau mendengarkan nasihat orang tua tanpa perlu membentak atau berteriak.
Saya lalu teringat dengan hasil penelitian banyak ilmuwan di dunia. Intinya bahwa kemampuan atau daya tangkap anak balita itu lebih baik daripada daya tangkap orang dewasa dalam mencerna pelajaran baru. Saya tergelitik untuk membuktikan hal itu. Di samping itu saya juga tahu bahwa anak balita adalah manusia kecil yang otaknya masih tenang dan belum dijejali dengan berbagai masalah seperti halnya orang dewasa.
Ketika anak saya berumur 1,5 tahun, ketika banyak orangtua masih menyodorkan dot susu kepada bayinya, saya sudah mengajarkan anak saya untuk minum dari cangkir bayi. Saya jelaskan caranya dengan bahasa ringan penuh kasih sayang. "Dek, adek anak pintar belajar minum susu dari cangkir ya." Anak balitaku hanya tersenyum lucu.

Ketika anak saya berusia 2 tahun, dan ASI harus dihentikan, saya tak mau menggunakan dot dan empeng sebagai penggantinya karena tau efeknya tidak baik bagi pertumbuhan gigi si anak. Saya katakan lagi padanya, "Dek, dot itu bikin gigi Adek enggak bagus, Entar rontok lo, engga cantik lagi dong," dan bayiku tersenyum lucu.

Saya pun tak sulit saat harus mengajarkan kebiasaan menggosok gigi dua kali sehari, pagi dan malam. Sekali lagi saya ajak bicara lagi, merendahkan posisi berdiri jadi duduk hingga sejajar dengannya, berbicara layaknya orang dewasa, menatapnya penuh kasih sayang, dan sama sekali tak kesulitan hingga akhirnya dia tidak akan tidur sebelum gosok gigi.
Pada akhirnya, hingga sekarang di usia 4 tahun saya tak kesulitan untuk menasihatinya dalam banyak hal. Misalnya untuk tidak jajan di sekolah pun cukup dengan mengajaknya bicara empat mata dan menjelaskan dengan bahasa yang disukainya. Tanpa perlu harus marah-marah ataupun membentak. Atau gusar karena harus melihat mainannya berantakan karena dia selalu membereskannya sendiri.
Dari semua cerita ini, saya hanya ingin menyampaikan kepada seluruh mama, ibu, ataupun bunda di mana saja berada bahwa otak anak balita itu ternyata tidak menyukai hal-hal yang berbau kasar, amarah, ataupun emosi negatif. Juga tidak butuh paksaan dalam melakukan sesuatu. Otak anak balita ternyata menyukai komunikasi yang nyaman dan penuh kasih sayang agar mereka mengerti bahwa yang kita inginkan sebagai orangtua adalah semua hal terbaik bagi mereka. Karena saat mereka merasa nyaman dan disayangi, mereka akan percaya bahwa kita melakukan yang terbaik.

Salam cinta bagi semua mama. Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar