Minggu, 01 Januari 2012

Anak-anak Punya Sifat Khas

Setiap kali bicara tentang anak-anak, saya teringat perkataan Santayana, penyair dan esais kelahiran Spanyol yang bernama asli Jorge Agustin Nicolas Ruiz de Santayana. Pengamatannya atas perilaku anak-anak membuatnya berkesimpulan bahwa anak-anak itu ibaratnya berada di suatu tempat tersendiri dengan segala sifat dan perasaan khas mereka yang berbeda dengan orang dewasa. Tak jarang orang tua sulit memahami perasaan mereka. Kasih sayang yang kita berikan pun sering tidak sesuai dengan yang mereka harapkan.
Itulah yang dialami seorang ibu atas diri Lili, putrinya. Di sela kesibukannya sebagai wanita pekerja, ia tetap berusaha membacakan dongeng sebelum tidur pada putrinya. Anehnya, meski punya banyak buku cerita di lemari, Lili hanya mau mendengarkan kisah Cinderella. Tentu saja lama kelamaan, sang ibu bosan lantaran setiap malam hanya bertutur cerita yang sama. Tak kehilangan akal, akhirnya ia merekam cerita Cinderella tersebut dalam sebuah kaset. Kaset itulah yang kemudian disetel untuk didengarkan oleh Lili.
Awalnya, gadis cilik ini senang dan amat menikmati cerita dari kaset. Namun setelah beberapa malam, ia menjadi tidak happy. “Ma, nanti malam bacakan lagi ya cerita Cinderella untuk aku?” katanya sambil menyodorkan buku yang dimaksud. “Apakah kasetnya rusak?”
“Enggak sih. Tapi aku tak suka lagi mendengarkannya.”
“Lo, ceritanya ‘kan sama dengan yang di buku, Nak.”
“Tidak, Ma.”
“Sama persis Li,” jelas sang Mama meyakinkan. “Bedanya hanya Mama tidak berada di sampingmu ketika menuturkan cerita itu.”
“Tidak Ma.” Suara Lili terdengar ngambek. “Karena setiap membaca, tangan Mama pasti memainkan rambutku saat Cinderella sedang bersiap berangkat pesta. Dan Mama selalu menggelitik kakiku ketika sampai pada bagian sang pangeran datang sambil membawa sepatu kaca. Dan setelah cerita selesai, Mama selalu memeluk aku dan menyelimutiku.”
Sang Mama terdiam mendengar penjelasan putri kecilnya. Rupanya bukan hanya cerita Cinderella yang membahagiakan putrinya, tapi lebih pada interaksi mereka. Seperti kaum ibu di mana pun, lantaran sudah rutin, sering kali menyepelekan apa arti kedekatan itu bagi sang anak.
“Maaf Nak. Lili benar. Nanti malam Mama akan membacakan ceritanya lagi. Oke.” Intisari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar